PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL TENTANG DINAMISME ISLAM DAN FILSAFAT DIRI
1. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang dinamisme Islam
Iqbal berpendapat bahwa, Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam ini bersifat statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia. Dia memandang bahwa islam dibangun diatas semangat gerak dan perubahan yang memiliki dorongan “milioristik” (keyakinan bahwa manusia cenderung berbuat baik).
Iqbal menyerukan perlawanan terhadap kekangan tradisi kemodernan yang melanda dunia. Pada satu kesempatan dia menunjukkan kekhawatiran bahwa timur bakal kehilangan diri sejatinya karena pesona kemajuan material yang ditawarkan Barat dan pada kesempatan lain dia meratapi kekuasaan mistisisme, mulahisme, dan monarki di timur. Dalam puisinya berjudul “revolusi”, dia mengulangi seruannya : “Eropa adalah kematian bagi jiwa dan Asia adalah kematian bagi kehendak”.
2. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Filsafat Diri
Iqbal memiliki beberapa gagasan menarik seputar pemikiran dan filsafat Islam. Salah satu gagasannya yang terkenal adalah [enjelasan tentang konsep ego (khudi). Menurut Iqbal ego adalah pendorong daya aktivitas, dan kreativitas pada setiap manusia. Setiap manusia memilki ego yang berbeda, karenanya hasil kreasi yang yang mereka ciptakan juga tidak sama. Dalam tulisannya iqbal berpendapat bahwa kesatuan intuitif atau titik kesadaran pencerahan merupakan hal yang menerangi pikiran, perasan dan keinginan manusia merupakan hal yang diliputi rahasia serta mengorganisasi berbagai kemampuan yang tidak terbatas dalam ftrah manusia.
Iqbal menolak intelektualisme, dalam hal ini sejalan dengan pemikiran Nietczhi dan Bergsan, demikian pula dengan tasawuf. Dengan intelektualitas semata-mata “diri” belum sempurna., oleh karena yang lebih utama adalah “karsa”, disamping peranan naluri-naluri perasaan sebagaimana pendapat William Medougali. Dari tasawuf Ar-Rumi beliau menerima peranan “cinta” dalam diri manusia, sedangkan menurut Nietczhi tentang manusia adalah berkarsa (voluntarisme) yang oleh Nietczhi disebut “Uber Mensh” dan oleh Iqbal disebut “Mukmin”. Sedangkan prinsip adanya unsur “unbelief” dalam ajaran Nietczhi ditolaknya digantikan dengan unsur ‘imam” Ar-Rumi.
Iqbal tidak mutlak menerima Bergson yang anti intelektualisme, karena menurut Iqbal intelektualisme itu tetap diperlukan, tetapi harus integral denga hati dan kemauan (bandingan denga sufi yang hanya mengutamakan perasan hati).
Selanjutnya menurut iqbal, suatu Individu dalam prosesnya berkembang secara evolusi menuju “kepribadian” (personality, ego, khudi) merupakan integritas antara fisik dan psikis.
NASIONALISME MUHAMAD IQBAL
Muhammad Iqbal selain sebagai seorang pemikir dan penyair, beliau juga salah seorang yang sangat berjas bagi Replubik Islam pakistan. Muhammad Iqbal sangat gigih dalam memeperjuangkan lahirnya negara khusus bagi kaum muslim, khususnya muslim india.
Kendatipun beliau tidak sempat menyaksikan berdirinya Republik Islam Pakistan karena terlebih dahulu meninggal (21 April 1938). Iqbal merupakan tokoh penting di balik lahirnya negara itu.
Pada tanggal 15 Agustus 1974, pakistan secara resmi memisahkan diri dari India. Cita-cita Iqbal diteruskan oleh Muhammad Ali Jinnah.
Iqbal adalah seorang tokoh yang menyaru agar umat Islam melakukan perjuangan terhadap eksploitasi asing di negeri Islam.
Judul buku : Sejarah kebudayaan Islam
PERHATIAN TERHADAP PEMIKIRAN IQBAL
Dalam usaha menerangkan tentang kesinambungan , kekekalan dan keabadian alam. Iqbal telah melampui batas keagamaan yang telah digambarkan oleh Islam itu sendiri. Ia telah jauh menafsirkan nash-nash yang dijadikan patokannya.
Iqbal berpendapat bahwa “kebangkitan” adalah masa “persediaan” tentang kehidupan akhirat dan dunia, iqbal berpendapat bahwa akhirat adalah periode permulaan dari aktivitas manusia diatas dunia ini. Maka timbulah persoalan tentang tanggung jawab (taklif) sebelum syari’at Islam datang dan masa berlakunya.
Iqbal menafsirkan ‘kekal” yang tersebut dalam firman Allah “mereka keka;l didalamnya”. Sebagai suatu masa atau periode dimana ada periode lain bagi manusia untuk “abadi” utau untuk beramal demi kekekalan dan keabadiannya. Jadi, menurut Iqbal manusia diberi beban tanggung jawab di kedua masa (dunia dan akhirat), dimanapun ia berada. Dengan denikian dunia dan akhirat adalah sama, baik tabiat maupun tujuannya. Akan tetapi Islam memandang bahwa dunia ini adalah tempat cobaan dan ujian, sedangkan akhirat adalah tempat ketenangan, yakni tempat mana tidak terdapat ujian dan cobaan tersebut.
Judul buku : belum tau